Anak Penjual Soto Juara Debat Bahasa Jerman

Posted: 20 Mei 2013 in Uncategorized
Tag:, ,
Mimpi Bisa Kunjungi Jerman

PARA  juri dan penilai dalam lomba debat bahasa Jerman di Kampus UI, Depok, adalah para dosen bahasa di  sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta.

Dengan ketenangannya, Riska berhasil mendapat penilaian terbaik menyisihkan ratusan peserta lan dari 11 provinsi di Indonesia.

Menurut Riska Rahmawati (16), sebelum berhasil menembus dalam grandfinal lomba bahasa di Kampus UI itu, sejak awal Januari, Riska harus melalui seleksi mulai tingkat Kecamatan, Jakarta Timur dan tingkat DKI Jakarta.

Riska pun dipercaya menjadi wakil DKI Jakarta bersama seorang siswa lainnya. Tak salah pilih, Riska membawa nama harum DKI Jakarta sekaligus membanggakan sekolahnya SMKN 51 Jakarta Timur.

Walau berada di pinggiran Jakarta tepatnya di Jalan Bambu Hitam, Bambuapus, Cipayung, Jakarta Timur, sekolah ini mampu mencetak siswa berprestasi nasional.

Riska menuturkan ia sebenarnya bercita-cita menjadi akuntan. Namun potensi dan kemampuannya di bidang bahasa Jerman, Riska juga bermimpi menjadi pengajar bahasa Jerman.

“Makanya saya berharap masuk UNJ, biar jadi guru bahasa Jerman,” kata Riska. Menurut Riska, beberapa bulan sebelum lomba debat bahasa digelar, ia menyisihkan waktu tambahannya untuk belajar bahasa Jerman.

Waktu bermain atau menonton TV nya menjadi berkurang. Di SMKN 51 dua guru bahasa membimbingnya bergantian yakni Tini Kartini dan Aneke.

“Belajarnya jadi nambah 5 jam, setiap hari. Sebelumnya cuma 2 sampai 3 jam aja,” tuturnya.

Riska mengaku sangat berterimakasih atas bimbingan dua guru bahasa Jermannya di SMKN 51 Jakarta Timur. “Mereka benar-benar mendukung dan mendorong saya jadi yang terbaik,” kata Riska.

Kini, Riska bersiap atas lomba serupa tingkat SMK dan SMU pada Januari mendatang. Lomba ini diadakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerja sama dengan pusat kebudayaan Jerman di Indonesia.
Selain uang, hadiahnya adalah berupa kunjungan ke Jerman.  “Nggak kebayang kalau menang dan bisa ke negeri Jerman. Itu mimpi saya,” katanya.

Kepala SMKN 51 Jakarta Timur, Hari Sasono, menjelaskan Riska termasuk siswa yang menonjol dalam bidang bahasa di sekolahnya.  “Sekolah dan guru pembimbing tak ambil sepeserpun. Semuanya untuk Riska,” kata Hari.

Hari menuturkan Riska memang tergolong berasal dari keluarga yang kemampuan ekonominya sedang. Menurutnya, dengan uang tunai Rp 9 Juta itu, Riska kini percaya diri untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi negeri.

Hari menjelaskan sekolahnya yang dikenal SMK pinggiran, memang sekitar 80 persen siswanya berasal dari keluarga tak mampu. Karenanya hampir semua lulusan SMK nya langsung bekerja setelah lulus. “Atau bekerja dulu, kumpulkan uang untuk kuliah,” kata Hari.

Hari menjelaskan, SMKN 51 JakartaTimur juga telah ditetapkan menjadi Sekolah Sadar Hukum tingkat Nasional oleh Kementerian Hukum dan HAM, pada pertengahan Oktober 2012. SMKN 51 merupakan satu dari 4 sekolah di Indonesia yang menerima penghargaan dan predikat ini.

Sekolah Sadar Hukum yang disandang,dikarenakan memenuhi 4 unsur yang dievaluasi selama setahun oleh Kemenkumham. Empat unsur itu adalah tidak ada bullying, tidak ada narkoba, tidak ada tawuran atau perkelahian antarpelajar, dan tidak ada pungutan liar.

Hadiah 9 Juta Rupiah untuk biaya kuliah .

TAK tampak bahwa Riska Rahmawati (16) adalah si bungsu yang identik dengan kemanjaan. Orangtuanya yang hanya bekerja sebagai tukang soto, membentuk pribadinya sebagai perempuan tegas dan berani.

“Bapak jualan soto di dekat rumah. Ibu, hanya ibu rumah tangga saja,” kata Riska yang tinggal bersama keluarga di kawasan Pondokgede, Bekasi, Jawa Barat.

Menurut Riska, setelah lulus SMK, ia berencana langsung bekerja untuk membantu ekonomi kedua orangtuanya. Itulah mengapa ia mengambil sekolah SMK bukan SMA. Siswa SMK memang dipersiapkan untuk dapat bersaing di dunia kerja setelah lulus sekolah. Namun, hadiah uang tunai Rp 9 Juta, sedikit mengubah rencananya.

Berbekal uang yang dianggapnya cukup lumayan itu, Riska bermimpi untuk kuliah di perguruan tinggi negeri. “Maunya ikut SNMPTN dan masuk ke UI atau UNJ. Kalau tidak, saya mau bekerja dulu. Soalnya di universitas swasta biayanya terlalu besar,” kata Riska yang hobi membaca ini.

Riska menyadari betul bekal hadiah uang Rp 9 juta tak cukup untuk melanjutkan ke perguruan tinggi swasta. “Kalau di UI mau ambil Sastra Jerman. Sedangkan di UNJ mau ambil pendidikan guru bahasa Jerman atau akuntansi,” katanya.

Riska menceritakan lomba bahasa Jerman yang digelar Kemendikbud dan diikutinya itu menyajikan soal dan tingkat kesulitan lomba bahasa sesuai standar Eropa.

Menurutnya dengan menggunakan bahasa Jerman ia dituntut harus mampu menunjukkan kemampuannya dalam mendengar, menulis, menjelaskan, membaca dan berbicara dalam bahasa Jerman.

 “Alhamdulilah, semuanya terasa mudah. Yang penting kita harus tenang, biar nggak blank,” kata Riska sedikit membagi tipsnya.

MENJADI anak bungsu, bukan berarti harus manja dan mengenyampingkan prestasi. Bagi Riska Rahmawati (16), status anak bungsu justru membuatnya termotivasi untuk meringankan beban orangtua dengan mendulang prestasi di sekolah.

Siswi Kelas XII jurusan Akuntansi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 51 Jakarta Timur ini membuktikannya dalam lomba debat bahasa tingkat Nasional tahun 2012. Debat itu  digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, selama 5 hari mulai 2-6 September 2012 di Kampus UI, Depok.

Riska yang bertarung dalam Lomba Debat Bahasa Jerman, berhasil mengungguli ratusan peserta lainnya dari 11 provinsi di Indonesia.

Anak bungsu dari lima bersaudara pasangan Tata (70) dan Anisa (54) ini mampu menjadi yang terbaik dan menyabet juara I. Riska berhasil membawa harum nama Jakarta yang diwakilinya, serta menjadi siswa kebanggaan SMKN 51 Jakarta Timur.

Riska berhak atas hadiah uang tunai Rp 9 Juta. Hadiah inilah yang membuatnya berfikir untuk melanjutkan kuliah.

Saat ditemui di SMKN 51 Jakarta Timur, Kamis (8/11/2012), perempuan berjilbab ini mengaku tak menyangka menjadi yang terbaik dalam lomba debat bahasa Jerman itu.

Menurutnya sejumlah peserta lain dari Jawa Tengah dan Jawa Barat sejak awal menjadi pesaing utamanya.

Namun, tekad Riska memberikan yang terbaik tak sia-sia. Dalam lomba yang penilaiannya berstandar Eropa itu, Riska, justru mengaku menjadi semakin menyukai bahasa Jerman.

“Awalnya cuma hobi bahasa Jerman yang kebetulan diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah,” kata Riska tegas.

Tinggalkan komentar